Setelah Idul
Fitri umat Islam akan merasakan suasana Idul Adha 1434H, kurban, dan tentunya
hari Tasyrik. Apa itu hari Tasyrik? Singkatnya gini deh, hari Tasyrik itu
adalah tanggal 11-13 Dzulhijjah. Pada hari-hari tersebut kaum muslimin
mengagungkan Allah Swt., senantisa mengingat asma-Nya seraya menghayatiNya
sehingga mampu mempertajam rasa takwa kepadaNya. Soalnya pada jaman pra Islam,
orang-orang yang telah selesai menjalankan ibadah haji, berkumpul di pasar
‘Ukaz dan di pasar-pasar lain. Di sana mereka saling menyombongkan kebesaran
dan kehebatan orang tua dan nenek moyang mereka. Nah, tradisi or adat istiadat
itu nggak dibenarkan dalam ajaran Islam.
Selain itu, pada hari Tasyrik ini juga
disembelih hewan-hewan kurban semata sebagai wujud ketaatan dan sekaligus
mengagungkan Allah Swt. Di hari Tasyrik pula para jamaah haji melakukan ritual
melempar jumrah. Oya, karena hari Tasyrik berkaitan dengan hari raya Idul Adha,
maka kaum muslimin diharamkan berpuasa. Ok? Sekarang kamu paham deh ya. Sip
lah. Gitu dong, remaja cerdas ya ngerti syariat. Gejlig!
karena biasanya juga kalo hari raya Idul
Adha identik dengan pelaksanaan ibadah kurban, maka jangan heran jika pada
tanggal 10-13 Duzlhijjah para tukang sate siap-siap aja omzetnya turun.
Hehehe.. karena pada empat hari itu ngedadak banyak tukang sate jadi-jadian.
Maklumlah, sebagian daging kurban yang dibagikan umumnya disate sama yang
nerima jatah. Apalagi daging kambing, enak untuk disate dan perlu. Jihahah…
(tapi ati-ati bagi pengidap darah tinggi dan asam urat, lho. Hehehe..)
Tapi, tentu saja Idul Adha bukan cuma
diingat dengan banyaknya sembelihan hewan kurban. Tetapi yang terpenting adalah
pelajaran dari sikap berkorban yang telah dicontohkan Nabi Ibrahim as. Beliau senantiasa
memegang kebenaran dan hanya taat kepada Allah Swt. dan rela berkorban demi
ketaatannya itu. Sebagaimana firman Allah Swt. (yang artinya): “Sesungguhnya
Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada
Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang
mempersekutukan (Tuhan)” (QS an-Nahl [16]: 120)
Dalam ayat lain, Allah Swt. berfirman
(yang artinya): “Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) ada
teladan yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (pahala)
Allah dan (keselamatan pada) Hari Kemudian. Dan barangsiapa yang berpaling,
maka sesungguhnya Allah, Dia-lah yang Maha kaya lagi Maha Terpuji.” (QS
al-Mumtahanah [60]: 6)
Subhanallah, hebat nian pribadi Nabi
Ibrahim as. Kita bisa mencontoh beliau dalam pengorbanan demi ketaatannya
kepada Allah Swt. Masih ingat kan kisahnya tentang perintah Allah Swt. untuk
menyembelih anaknya sendiri, yakni Nabi Ismail as sewaktu masih kecil? Masih
ingat juga kan kisah beliau yang meninggalkan istrinya, Hajar dan anaknya,
Ismail? Kalo bukan karena perintah Allah Swt., Nabi Ibrahim tidak akan
melakukannya. Hebat pengorbanan dan ketaatan beliau kepada Allah Swt.
Kita bagaimana? Ah, nggak tahu deh,
kayaknya pengorbanan kita belum banyak. Kualitasnya pun belum sebanding dengan
apa yang dilakukan Nabi Ibrahim as, dan juga para rasul lainnya. Pengorbanan
kita juga belum seberapa jika dibandingkan dengan pengorbanan nabi kita,
Muhammad saw. Kita bisa ngukur diri sendiri deh. Duh, jadi malu banget.
Belajar berkorban
Manfaat belajar itu banyak lho. Kalo
kita belajar, maka ada tiga aspek yang sekaligus bisa kita raih jika belajarnya
bener. Pertama, dapetin aspek
kognitif alias ilmu pengetahuan. Tadinya tidak tahu jadi tahu. Iya dong, kadang
semalas-malasnya kita belajar, tetap akan dapetin ilmu pengetahuan. Sekecil
apapun itu. Tentu aja kalo serius belajarnya jadi makin banyak ilmu yang
didapat. Kedua, dapetin aspek afektif
alias perasaan atau emosional. Bener lho, tadinya kita nggak mau jadi mau. Kita
nggak mau ngaji, setelah belajar jadi mau ngaji. Atau sebaliknya, kita yang
biasanya berani maksiat, setelah belajar jadi malu berbuat maksiat. Ketiga,
aspek psikomotorik alias keterampilan. Sebelum belajar nggak bisa apa-apa,
setelah belajar jadi bisa apa aja. Yup, tadinya nggak bisa, jadi bisa. Mau kan?
Jadi, berkorban pun perlu belajar.
Supaya apa? Supaya tahu bagaimana caranya berkorban yang benar dan baik. Nah,
dalam hal ini kita bisa berkorban dengan ketaatan atau kepatuhan kepada Allah
Swt. Rela berkorban demi melaksanakan ajaran Islam. Sudi untuk mengorbankan
waktu, tenaga, pikiran, harta, atau bahkan nyawa demi tegaknya syariat Islam
sebagai sarana untuk mendekatkan diri kita kepada Allah Swt. Dan, remaja juga
bisa melakukannya, lho.
Pernah tahu kan beberapa sahabat nabi
yang masih muda usia tapi ingin berjihad di jalan Allah Swt.? Yes, kamu kenal
Abdullah Ibnu Umar? Nah, beliau ini patut kamu contoh dalam hidup kamu. Di
usianya yang menginjak 13 tahun, sudah kebelet ingin ikut berjihad bersama
Rasulullah saw. Beliau bersama sahabatnya yang bernama al-Barra’ ngotot ingin
berperang bersama pasukan Rasulullah saw. dalam perang Badar. Namun oleh
Rasulullah saw. ditolak karena masih kecil. Tahun berikutnya pada perang Uhud,
beliau tetap ditolak. Hanya al-Barra’ yang boleh ikut. Barulah keinginannya
yang tak tertahankan itu terpenuhi pada saat perang Ahzab, Rasulullah saw.
memasukkannya ke dalam pasukan kaum muslimin yang akan memerangi kaum
musyrikin. Subhanallah, keren banget tuh! (Lihat Shahih Bukhari jilid VII,
hlm. 226 dan 302).
Semangat seperti inilah yang saat ini
sulit ditemukan dalam diri pemuda Islam seusia kamu. Kalau pun ada, itu hanya
sedikit saja yang memilikinya. Jangankan untuk berjihad, dalam menuntut ilmu
saja, kadangkala kamu udah bosan dan tak bersemangat. Sebaliknya, yang muncul
justru semangat main-main atau jadi seleb dadakan di ajang audisi yang tersebar
banyak saat ini, sebagian lagi malah menyalurkan hobi adu jotos. Eh, itu nggak
semuanya sih, tapi kebanyakan! Sedih deh jadinya.
Ibnu Abbas ra. berkata: “Tidak ada
seorang Nabi pun yang diutus Allah, melainkan ia (dipilih) dari kalangan pemuda
saja (yakni antara 30 – 40 tahun). Begitu pula tidak ada seorang ‘alim pun yang
diberi ilmu, melainkan ia (hanya) dari kalangan pemuda saja. Kemudian Ibnu
Abbas ra. membaca firman Allah Swt. dalam surat al-Anbiya ayat 60: “Mereka
berkata: ‘Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang
bernama Ibrahim. (Tafsir Ibnu Katsir III, hlm. 183)
Shobat, emang idealnya seorang pemuda
atau remaja kudu memiliki semangat yang hebat. Sebabnya, salah satunya adalah
fisik kamu yang masih kuat. Dalam sejarah, usia para pemuda Islam yang pertama
mendapatkan pembinaan di Daarul Arqaam rata-rata sekitar 20 tahunan. Yang
paling muda adalah Ali bin Abi Thalib, waktu itu usianya masih 8 tahun. Hampir
sama dengan az-Zubair bin al-‘Awwam. Kemudian dalam pembinaan Rasul itu masih
ada Ja’far bin Abi Thalib yang saat itu usianya 18 tahun. Usman bin ‘Affan,
usia 20 tahun. Umar bin Khaththab sekitar 26 tahun dan Abu Bakar ash-Shidiq
yang pada saat itu sudah berusia 37 tahun. Masih banyak lagi para sahabat yang
semuanya masih relatif muda usia. Mereka bersemangat dalam mengikuti pembinaan
Rasulullah saw. Sehingga akidah Islam yang ditanamkan Muhammad saw. mampu mengubah
pola pikir mereka tentang kehidupan. Keren!
Ya, kita bisa belajar untuk berkorban
demi Islam. Remaja saat ini pasti bisa juga lho. Wong, jaman baheula
aja udah banyak remaja yang melakukannya. Kita saat ini bisa meneladani mereka
dengan bulat dan utuh. Islam, memang mengajarkan agar umatnya mau taat kepada
Allah Swt. dan RasulNya. Tentu saja, untuk taat perlu pengorbanan. Lihatlah
sahabat nabi bernama Yasir dan Sumayah, yakni orang tua Amr bin Yasir. Mereka
rela berkorban nyawa demi membela keimanannya kepada Allah Swt. Bilal bin
Rabbah ra, tak gentar meski dijemur di terik matahari padang pasir dan tubuhnya
ditindih batu besar. Ia rela mempertahankan akidahnya dan keimanannya kepada
Allah Swt. Subhanallah!
Redam nafsu, gelorakan pengorbanan
Hawa nafsu, kalo diturutin bisa berabe
dan bikin kita sengsara. Memang sih, sebagai manusia kita ingin hal yang
enak-enak. Makan, misalnya. Kalo nggak inget temen atau saudara yang juga
berhak memakan makanan itu, pengennya dilahap sampai habis tak bersisa dan perut
kenyang. Tapi, karena ingat saudara atau teman, kita harus merelakan untuk
berbagi, dan mengorbankan keinginan kita tersebut.
Hawa nafsu hampir selalu sukses menggoda
manusia yang lemah iman. Menyeret mereka ke dalam ruang maksiat karena tidak
mendapatkan petunjuk dari Allah Swt. Benarlah firman Allah Ta’ala (yang
artinya): “Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa
nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun. Sesungguhnya
Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS
al-Qashash [28]: 50)
Dalam ayat lain, Allah Swt. berfirman
(yang artinya): “Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa
nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmuNya dan Allah
telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas
penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah
(membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” (QS
al-Jaatsiyah [45]: 23)
Shobat muslimah, dari dua ayat ini sebenarnya
udah cukup ngasih penjelasan bahwa orang yang lebih mementingkan hawa nafsunya
bakalan rugi. Salah satunya ya karena tidak diberi petunjuk. Allah Swt. dengan
ilmuNya tahu bahwa orang tersebut tidak mau menerima kebenaran. Coba deh lihat,
orang yang udah terbiasa maksiat kok kayaknya susah banget jadi baik. Meskipun
berulang kali disampaikan teguran dan nasihat kepadanya. Itu karena bisa jadi
dalam hatinya tak berniat untuk mencari kebenaran. Malah sebaliknya, betah
bermaksiat karena lebih mementingkan hawa nafsu.
Hawa nafsu, adalah bagian yang perlu
dikelola dengan benar. Memang, kita harus menyadari juga bahwa hawa nafsu nggak
bisa dimatikan. Hawa nafsu hanya bisa diredam atau dikendalikan. Tentu saja,
diredam atau dikendalikan dengan ajaran Islam. Bukan yang lain. Why? Karena
hanya Allah Swt. yang tahu betul karakter manusia. Itu sebabnya, permintaan
Allah Swt. kepada manusia agar manusia taat kepadaNya, justru untuk keselamatan
manusia itu sendiri. Untuk bisa meredam nafsu, tentu saja diperlukan pengorbanan
untuk meninggalkan hal-hal yang menurut hawa nafsu sangat enak dan nikmat jika
dilakukan.
Aktivitas belajar misalnya, bila
ngikutin hawa nafsu, malasnya minta ampun. Tapi, orang yang bisa mengalahkan
hawa nafsu, belajar menjadi asik-asik saja, bahkan ketagihan. Ada contoh lain?
Ada. Berzina. Jika mengikuti hawa nafsu kayaknya enak benar. Tapi, hawa nafsu
untuk menyalurkan birahi itu harus diredam dan nanti disalurkannya di jalur
yang halal, yakni melalui pernikahan. Untuk bisa menghindari malas belajar dan
menjauhi berzina, kita perlu berkorban banyak. Bisa waktu (gunakan waktu untuk
ibadah, bukan untuk mendekati zina), tenaga (gunakan tenaga untuk kegiatan kaya
manfaat dan halal, bukan kegiatan yang mendekati maksiat), pikiran (gunakan
untuk belajar dan berpikir positif menurut syariat, jangan gunakan untuk
pikiran yang negatif), perasaan (salurkan perasaan untuk kebaikan, bukan
keburukan), dan juga harta (manfaatkan untuk mendekatkan diri kepada Allah
Swt., bukan untuk semakin menjauhkan dariNya). Ini memang cukup berat. Tetapi
kamu rela berkorban demi kebaikan kan ya? Kamu harus bisa! Biar keren, gitu
lho.
Yuk, kita mulai berkorban demi ketaatan
kita kepada Allah Swt. Remaja pun bisa melakukannya kok. Asal kamu mau aja.
Terus, dilakukan dengan serius dan dilandasi dengan iman yang kuat. Bagaimana
memulainya? Belajar yang benar tentang Islam! Sebab, di sanalah kita akan
menemukan banyak hikmah dan ilmu pengetahuan serta pelajaran berharga memaknai
kehidupan, ibadah, pengorbanan, dakwah, perjuangan dan banyak lagi. Siap
berkorban? Yes!
Follow us https://twitter.com/majalahpedulium
Like us Majalah Peduli Umat
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !