Majalah Peduli umat
Headlines News :

Latest Post

KECANDUAN JEJARING SOSIAL

Written By Nisa Syahidah on Monday 26 August 2013 | 16:07

Sobati Pecinta Majalah Peduli Umat
mengenal-situs-jejaring-sosial.jpg (200×164)Tehnologi internet pada abad 21 telah  mengubah gaya hidup sebagian manusia . Jika HP dulu hanya sebatas telepon dan SMS , HP sekarang sudah bisa internetan dengan lancar . Tehnologi HP yang semakin canggih ini didukung pula oleh menjamurnya aplikasi-aplikasi jejaring social gratis . seperti facebook ,Twitter ,dll. Facebook , bahkan menjadi situs yang menempati urutan pertama dalam jumlah pengguna internet di Indonesia . Hal ini menghantarkan Indonesia sebagai pengguna terbesar Facebook keempat sedunia pada Oktober 2012.
Seandainya beragam tehnologi ini kita manfaatkan untuk , seperti bekerja , dan berdakwah , tentu akan menimbulkan dampak positif pada umat . Namun sayang demam jejaring sosial di Indonesia tampaknya baru sekadar ikut –ikutan trend . Belum mengarah pada peningkatan produktifitas umat dalam berkarya.
Banyak yang menganggap Jejaring Sosial FB dan Twitter hanya sebagai tempat untuk menonjolkan diri sendiri. Berbagai carapun dilakukan supaya orang tertarik untuk memberikan komentar di halaman jejaring sosialnya. Ada yang memakai nama aneh, menulis status nyleneh, menulis kegiatan yang sedang dilakukan, bahkan hingga memasang foto-foto yang tidak senonoh. Na’udzubillah min dzaalik. Semuanya dilakukan demi kepuasan batinm agar dikomentari orang banyak.
Shobati…
Jejaring sosial juga dijadikan sebagai “Tembok Ratapan”, sebagai tempat berkeluh kesah. Kalau dulu orang merasa malu dan memendam masalah yang dihadapinya, dengan adanya jejaring sosial orang malah mudah mengumbar masalah yang dihadapinya. Bukannya menyelesaikan, masalah justru menjadi ruwet, Karena yang menjawab keluh kesah pun hanya orang iseng.
Bahkan, jejaring sosial pun dijadikan sebagai ajang untuk menyombongkan amalan. Jam 2 malam update status “Wah..wudhu buat tahajjud. Dingin banget ya?!, atau “Alhamdulillah udah selesai thowafnya”. Tidak taukah mereka hanya riya, menyombongkan amalan, termasuk penggugur amalan itu sendiri?
Yang paling parah shobati, merebaknya jejaring sosial bahkan bisa merusak rumah tangga seseorang. Angka perceraian di Kabupaten Bengkulu Selatan. Propinsi Bengkulu meningkat, akibat factor  keretakan rumah tangga. Diduga kuat terjadi selingkuh melalui komunikasi jejaring sosial dunia maya (republika.co.id 19/01/2012). Bagaimana tidak retak, apabila suami/istri malah asyik berkomunikasi dengan lawan jenisnya didunia maya? Suami/istri mana yang tidak marah?
Shobat MPU Rohimahumullah, Ustadz kali ini akan memberikan tips yang semoga bermanfaat dalam mengatasi bahaya Jejaring social. Jejaring sosial ibarat pisau bermata dua. Bila digunakan dengan benar bermanfaat. Namun bisa juga melukai diri sendiri. Berikut tips nya
1.      Selektif memilih teman
Dijejaring sosial banyak pengguna memakai identitas palsu. Lebih baik berteman dengan orang yang sudah kita kenal. Jangan mudah menerima perkenalan jika tidak betul-betul kenal.  Juga perlu berteman dengan orang-orang yang solih yang sering menulis nilai-nilai kebaikan. Dari mereka kita bisa mendapat manfaat. Menghidari godaan tidak perlu berteman dengan lawan jenis yang bukan mahrom. Meningkatnya kasus perceraian karena bukan mahrom dijadikan tempat curhat.
2.      Tidak mengumbar data pribadi
Sudah terlalu banyak penculikan dan penipuan terjadi karena pengguna Jejaring sosial menuliskan data pribadi, seperti alamat dan nomer HP. Karena hal ini mudah orang melakukan kejahatan.
3.      Membuat Status Yang bermanfaat
Didunia maya hal ini menjadi sesuatu yang penting. Karena, kita dinilai dari apa yang kita tulis. Walau terkadang di dunia nyata karakter orang tidak terlihat, tapi di dunia maya karakter orang terlihat aslinya. Jadi hati-hati menulis status di jejaring sosial.
Karena itu penting untuk menjaga adab dan isi dari apa yang kita tulis.

‘Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melalinkan ada didekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaaf:18)
Sejuklah hati teman-teman kita dengan tulisan yang melembutkan hati dan sebarkan berita –berita baik dan bernilai islami. Insyaallah jika jejaring sosial dibuat untuk kegiatan dakwah pahala pun pasti sampai pada kita.
4.      Batasi Waktu Penggunaan
Berapa banyak orang yang kerjanya hanya Update Status doang tiap jam? Bangun tidur Update? Habis mandi update? Makan update? Sampai-sampai mf. Habis kebelakang buang hajat up date lagi. “Oh.. Lega rasanya melepas beban hari ini”.  Coba ini kan aib kok begitu mudahnya disampaikan di Jejaring sosial.  Mari kita perhatikan sekarang. Kita jangan disibukkan dengan teman didunia maya, sementara kita lupa dengan temen sekitar kita di dunia nyata yang tentuny harus lebih peduli. Yok mulai sekarang kita coba alihkan  waktu senggang kita dengan memperbanyak membaca Al Qur’an, menghafal Al qur’an dan maknanya, olah raga, atau melakukan kegiatan bermanfaat lainnya. bahkan sekedar bertegur sapa dengan tetangga kanan kiri kita. Dan batasi waktu Jejaring Sosial kita. Insyaallah berkah.
5.      Hindari Omong Kosong, perdebatan, menulis tanpa ilmu apalagi terkaid dengan Agama.
6.      Hindari pula meng UpLoad gambar2 yang tidak senonoh, mengumbar aurat,
       ingat bahwa setiap perbuatan kita akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah SWT.
7.      Hindari segala hal yang dilarang agama, mengumpat, menyakiti orang, mencela, menipu, merusak rumah tangga orang. Dll
Shobat…
Saudaraku, berkomunikasi di dunia maya lewat jejaring sosial harus hati-hati. Bahkan sangat berhati-hati. Kenyataannya, banyak fesbooker yang tidak bisa menjaga diri. Terjatuh dalam kemungkaran, walaupun sebelumnya dikenal sebagai seseorang yang menjadi penjaga agama nya. Maka kami pun memandang, bahwa lepas dari FB akan jauh lebih baik sekalipun hukumnya awalnya mubah (boleh) saja. Tetapi jika salah menggunakan akan menjadi Haram. Akan tetapi menjadi wajib adanya jika untuk berdakwah.
Bahkan pemerintah korea saat membangun klinik konsultasi kecanduan internet. Karena saking banyaknya pemuda yang hidupnya hanya asyik dengan internet. Oleh karena itu jangan sampai hanya karena jejaring social lalu melupakan lingkungan sekitar
Allah berfirman dalam Q.S Ali Imron 110 “ Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia menyuruh kebaikan dan mencegah kemungkaran dan berfirman kepada Allah.
Semoga kita bisa mensyukuri nikmat internet ini dengan menggunakan secara bijaksana.Follow us https://twitter.com/majalahpedulium 
Like us Majalah Peduli Umat

DAGING KURBAN DIBUAT KORNET atau ABON Qurban, BOLEHKAH?

Rubrik  diasuh oleh Ust. Muhammad Shiddiq Al-Jawi
 Tanya :
kornet-daging-qurban.jpg (1246×1424)Ustadz, bolehkah daging kurban dibuat kornet atau dibuat abon daging qurban  dengan alasan supaya tahan lama kemudian didistribusikan setelah melewati hari tasyriq? (Isykariema, Bandung).
Jawab :
Daging kurban boleh dikornetkan atau dibuat abon, selama terdapat hajat (kebutuhan), misalnya adanya kaum muslimin yang miskin, kelaparan, tertimpa bencana, dan semisalnya. Namun disyaratkan, penyembelihan hewan kurban yang dikornetkan tidak boleh melampaui batas akhir waktu penyembelihan, yaitu waktu maghrib tanggal 13 Zulhijjah (hari tasyriq terakhir).
Dalil bolehnya mengkornetkan antara lain dipahami dari sabda Nabi SAW,"Wahai penduduk Madinah, janganlah kamu memakan daging kurban di atas tiga hari." Lalu orang-orang mengadu kepada Nabi SAW, bahwa mereka mempunyai keluarga, kerabat, dan pembantu. Maka Nabi SAW bersabda,"[Kalau begitu] makanlah, berikanlah, tahanlah, dan simpanlah!" (HR Muslim; Imam Nawawi, Syarah Muslim, 5/115).
Hadis ini menunjukkan, boleh tidaknya menyimpan (iddikhar) daging kurban, bergantung pada 'illat (alasan penetapan hukum), yaitu ada tidaknya hajat. Jika tidak ada hajat, tidak boleh menyimpan. Jika ada hajat, boleh. Imam Ibnu Hazm dalam Al-Muhalla 6/48 berkata,"Larangan menyimpan daging kurban tidaklah di-nasakh (dihapus), melainkan karena ada suatu 'illat. Jika 'illat itu hilang, larangan hilang. Jika illat itu ada lagi, maka larangan pun ada lagi."
Dengan demikian, boleh menyimpan daging kurban lebih dari tiga hari, jika ada hajat. Kalau hajat ini tidak ada, tidak boleh menyimpan. Nah, kebolehan menyimpan (iddikhar) daging kurban lebih dari tiga hari inilah, menurut kami, menjadi dalil bolehnya mengkornetkan daging kurban. Sebab tujuan dari mengkornetkan dan menyimpan adalah sama, yaitu agar daging dapat tahan lama dan dapat dikonsumsi lebih dari tiga hari. Tentu kebolehan ini adalah selama ada hajat, misalnya masih adanya kaum muslimin yang miskin, menderita kelaparan, jarang makan daging, tertimpa bencana, dan sebagainya. Sebaliknya jika tidak ada hajat, maka mengkornetkan daging kurban tidak boleh, karena ada larangan menyimpan daging kurban lebih dari tiga hari.

Adapun persyaratan bahwa penyembelihan harus tetap pada waktunya (tanggal 10-13 Zulhijjah) dan tidak boleh melampauinya, dalilnya adalah sabda Nabi SAW,"Setiap sudut kota Makkah adalah tempat penyembelihan dan setiap hari-hari tayriq adalah [waktu] penyembelihan." (HR Ahmad, Ibnu Majah, Al-Baihaqi, Thabrani, dan Daruquthni). (Syaikh Al-Albani berkata,"Hadis ini sahih." Lihat Shahih Al-Jami` Ash-Shaghir, 2/834). Imam Syafi'i dalam Al-Umm 2/222 berkata,"Jika matahari telah terbenam pada akhir hari-hari tasyriq [tanggal 13 Zulhijjah], lalu seseorang menyembelih kurbannya, maka kurbannya tidak sah."
Jadi, jelaslah meski mengkornetkan boleh, namun disyaratkan penyembelihannya tetap dilakukan pada waktunya, yaitu bermula dari usainya sholat Idul Adha hingga datangnya waktu maghrib pada akhir hari tasyriq. Jika penyembelihan melampaui batas tersebut, kurbannya tidak sah, sehingga daging kornet pun hanya dianggap daging kalengan biasa, bukan pelaksanaan ibadah kurban. Wallahu a'lam [ ]

Tanya :
Ustadz, bolehkah menyembelih qurban untuk orang yang sudah meninggal? (Ratna, Lampung)
Jawab :
Ada khilafiyah mengenai hukum berqurban bagi orang yang sudah meninggal (al-tadh-hiyyah 'an al-mayyit). Ada tiga pendapat. Pertama, hukumnya boleh baik ada wasiat atau tidak dari orang yang sudah meninggal. Ini pendapat ulama mazhab Hanafi, Hambali, dan sebagian ahli hadits seperti Imam Abu Dawud dan Imam Tirmidzi. Kedua, hukumnya makruh. Ini pendapat ulama mazhab Maliki. Ketiga, hukumnya tidak boleh, kecuali ada wasiat sebelumnya dari orang yang meninggal. Ini pendapat ulama mazhab Syafi'i. (Hisamuddin Afanah, Al-Mufashshal fi Ahkam Al-Udhhiyah, hlm. 158;  M. Adib Kalkul, Ahkam Al-Udhhiyah wa Al-Aqiqah wa At-Tadzkiyah, hlm. 24; Nada Abu Ahmad, Al-Jami' li Ahkam Al-Udhhiyah, hlm. 48).
Pendapat pertama berdalil antara lain dengan hadits Aisyah RA bahwa ketika Nabi SAW akan menyembelih qurban, beliau berdoa,"Bismillah, Ya Allah terimalah [qurban] dari Muhammad, dari keluarga Muhammad, dan dari umat Muhammad." (HR Muslim no 3637, Abu Dawud no 2410, Ahmad no 23351). Hadits ini menunjukkan Nabi SAW berqurban untuk orang yang sudah meninggal. Sebab beliau telah berqurban untuk keluarga Muhammad dan umat Muhammad, padahal di antara mereka ada yang sudah meninggal. (Hisamuddin Afanah, ibid., hlm. 161).
Pendapat kedua beralasan tidak ada dalil dalam masalah ini, sehingga hukumnya makruh. (Hisamuddin Afanah, ibid., hlm. 164). Sedang pendapat ketiga berdalil antara lain dengan firman Allah SWT (artinya),"Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya." (QS An-Najm [53] : 39).  Juga dengan hadits Hanasy RA bahwa ia melihat Ali bin Abi Thalib RA menyembelih dua ekor kambing, lalu Hanasy bertanya,"Apa ini?" Ali menjawab,"Sesungguhnya Rasulullah SAW telah berwasiat kepadaku untuk berqurban untuknya, maka akupun menyembelih qurban untuk beliau." (HR Abu Dawud no 2408, Tirmidzi no 1415). Hadits ini menunjukkan bolehnya berqurban untuk orang yang sudah meninggal jika dia berwasiat. Jika tidak ada wasiat hukumnya tidak boleh. (Imam Nawawi, Al-Majmu' 8/406; Nihayatul Muhtaj 27/231, Mughni Al-Muhtaj 18/148, Tuhfatul Muhtaj 41/170).
Yang rajih (kuat) menurut kami adalah pendapat pertama. Sebab lafazh "umat Muhammad" dalam hadits Aisyah RA adalah lafazh umum, sehingga mencakup semua umat Muhammad, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal, baik yang meninggal berwasiat atau tidak. Imam Shan'ani berkata,"Hadits ini menunjukkan sahnya seorang mukallaf melakukan perbuatan taat untuk orang lain, meskipun tidak ada perintah atau wasiat dari orang lain itu." (Imam Shan'ani, Subulus Salam, 4/90).
Pendapat ketiga yang mensyaratkan wasiat, didasarkan pada mafhum mukhalafah. Artinya, jika Ali RA sah berqurban untuk Nabi SAW karena ada wasiat, maka kalau tidak ada wasiat hukumnya tidak sah. Mafhum mukhalafah ini tidak tepat, karena bertentangan dengan hadits Aisyah yang bermakna umum. Imam Taqiyuddin an-Nabhani berkata,"Mafhum mukhalafah tidak diamalkan jika ada nash Alquran dan As-Sunnah yang membatalkannya." (Al-Syakhshiyah Al-Islamiyah, 3/200).
Kesimpulannya, boleh hukumnya menyembelih qurban untuk orang yang sudah meninggal dunia, baik ada wasiat maupun tidak darinya. Wallahu a'lam. Follow us https://twitter.com/majalahpedulium 
Like us Majalah Peduli Umat

KEMATIAN TRAGIS DI MALAM IDUL FITRI

images (300×168)
Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ... Petang hampir sirna. Berganti serinai malam yang perlahan jatuh di altar langit. Adzan Maghrib baru berkumandang di sejumlah masjid dan mushala. Tanda bulan suci Ramadhan baru berakhir dan malam lebaran akhirnya tiba.

Gema takbir membahana dan tahmid menggema dari segenap penjuru kampung. Namun, suara takbir dan tahmid itu serasa tak menyentuh kalbu Sumadi (36 tahun, bukan nama sebenarnya).

Ia sepertinya tak peduli dengan hari lebaran, hari di mana umat Islam dianugerahi kemenangan usai menunaikan ibadah puasa selama sebulan. Ia hanya duduk diam, tercenung di teras rumah dengan memegang botol minuman keras. Pandangannya kosong menatap langit. Sorot matanya menerawang jauh, seakan melihat dunia lain yang lebih menyenangkan.

Di saat seluruh umat Islam bersuka cita menyambut hari kemenangan dengan takbir dan tahmid, lelaki itu meninggal dunia begitu mengenaskan. Lidahnya menjulur dan matanya melotot. Jenazahnya pun terus berbalik arah ketika akan dimakamkan.

Melihat Sumadi duduk termangu seraya menenggak minuman keras, Surti (30 tahun, bukan nama sebenarnya), istri Sumadi hanya mengelus dada. Dia sempat menggeleng-gelengkan kepala, melihat ulah suaminya yang tak peduli dengan suara takbir yang berkumandang dari sejumah masjid dan mushala.

Dia tak habis pikir dan terheran-heran kenapa suaminya masih terus menenggak minuman keras di malam Idul Fitri.

“Mas, malam lebaran bukannya merayakan dengan tabiran kok malah minum!?” sungut istrinya

“Kamu itu ngomong apa? Memangnya kenapa jika aku minum? Apa gak boleh?” protes Sumadi, enteng.

“Mas semestinya pergi ke masjid, ikut takbiran, bukannya mabok...!”

Sumadi diam saja, tidak menjawab. Otaknya seperti digelayuti hawa panas; akibat reaksi alkohol yang mengalir ke ubun-ubun. Melihat ulah Sumadi yang cuek dengan keadaan sekitar membuat Surti kesal dan kecewa.

Apalagi, Sumadi sudah lama memiliki kebiasaan minum yang tak kunjung henti. Kendati demikian, Surti masih berharap agar suaminya di malam lebaran itu mau menghormati hari kemenangan umat Islam tersebut.

Bahkan, tidak sedikit orang yang meneteskan air mata di malam lebaran, karena merasa sedih ditinggal pergi bulan suci Ramadhan, bulan yang penuh berkah dan maghfirah.

Karena kesal, Surti akhirnya masuk ke dalam rumah. Sayang, protes diam Surti itu lagi-lagi tidak menghentikan kebiasaan buruk Sumadi. Ia justru merasa tidak ada lagi yang mengusik lagi. Ia kembali menenggak botol minuman keras yang ada di tangannya.

Setelah itu, ia tersenyum seakan meraih kemenangan yang tiada tara karena merasa melayang dan terbang ke angkasa biru. Padahal kemenangan yang dicecap Sumadi itu adalah kemenangan semu.

Setelah lama berjibaku dengan minuman keras, Sumadi seperti dicekam perasaan kesepian. Apalagi, ia sudah diprotes oleh Surti. Karena rasa sepi, sendiri dan sunyi itulah akhirnya ia memutuskan keluar rumah. Ia lalu berjalan dengan langkah sempoyongan, menyusuri jalan.

Bau alkohol yang menyeruak dari mulutnya, bergumul dengan aroma bau tubuhnya yang tidak sedap. Sesekali ia terhuyung, hampir jatuh; tetapi kedua kakinya masih bisa meniti jalan dengan benar, tidak sampai terpeleset ke selokan jalanan.

Sewaktu berjalan terhuyung-huyung itu, Sumadi sempat berpapasan dengan tetangga yang sudah kenal akrab dengannya. “Lebaran kok masih juga mabok? Nanti bisa ditarik malaikat loh...!” ujar sang tetangga, mengingatkan.

Dasar Sumadi sudah gelap mata dan hatinya telah karat, ia justru menjawab sengit, “Halahhhh, malaikat apaan!”

Tidak ada basa-basi untuk berhenti sejenak, saling menyapa dengan baik apalagi mengucap salam, Sumadi malah meneruskan jalannya yang goyah. Sementara, tetangganya yang tadi menyapa malah berjalan ke arah masjid.

Di jalanan kecil dari rumahnya itu, Sumadi terus melangkah seperti kunang-kunang yang terbang tak tentu arah. Kendati demikian, Sumadi masih bisa menyusuri jalanan ke sebuah tempat, dimana dia dan teman-temannya biasa kumpul untuk nongkrong.

Di tempat tongkrongan itu, ketiga temannya sudah lebih dulu datang dan menunggu kedatangan Sumadi. Tanpa banyak bicara, ia lalu mengambil papan dadu dan mereka pun langsung bermain dadu diselingi minum minuman keras.

Lidah Menjulur dan Mata Melotot ...

Gema takbir masih terus berkumandang, sesekali diiringi tabuhan bedug yang dipukul bertalu-talu, membuat suasana lebaran kian semarak. Tetapi, Sumadi dan ketiga temannya itu tidak peduli dengan gema takbir tersebut, mereka justru bermain dadu dan menenggak alkohol.

Tiba-tiba, tepat menjelang Isya`, tubuh Sumadi gemetaran. Sebetulnya, ia ingin melanjutkan permainan dadu dan menenggak alkohol lagi. Tetapi, tubuhnya yang sudah dimasuki minuman sejak dari rumah seperti tidak kuat menanggung beban berat yang dipikulnya.

Tanpa dinyana-nyana oleh ketiga temannya, ia tiba-tiba diterpa ketidakberdayaan dan lemah dalam seketika. Tubuh Sumadi gemetaran. Lidahnya menjulur-julur. Mata terbelalak.

“Ah payah, kamu ini…baru minum segitu aja sudah mabok dan tidak kuat,“ ledek temannya, seraya menyenggol tubuh Sumadi. Tetapi, tubuh Sumadi sudah benar-benar lemas dan tidak berdaya, hingga ia tersungkur ke tanah.

Teman-teman Sumadi masih merasa tidak percaya dengan apa yang terjadi dan bahkan menyangka bahwa Sumadi sedang berpura-pura mabuk.

Tetapi Sumadi tetap diam tidak berkutik, apalagi bangkit lagi untuk bermain dadu. Sumadi tetap terkapar, tidak mampu bangun kembali. Berikutnya, ia malah kejang-kejang. Lidahnya menjulur, kedua matanya tiba-tiba melotot. Seseorang dari mereka kemudian memeriksa kondisi tubuh Sumadi, dan orang itu merasa bahwa tubuh Sumadi mengalami panas cukup tinggi.

“Sumadi, ada apa denganmu?” tanya salah seorang temannya seraya mengguncang-guncang tubuh Sumadi yang sudah kaku. Sumadi nyaris tidak bergerak..

Melihat tak ada tanda-tanda Sumadi bisa bangun, apalagi bangkit untuk berdiri, ketiganya kemudian membopong tubuh Sumadi untuk diantar ke rumah. Karena tidak ada tanda-tanda Sumadi kembali bernafas normal, akhirnya pihak keluarga melarikan Sumadi ke rumah sakit.

Sayangnya, Sumadi tidak bisa diselamatkan. Di tengah perjalanan ke rumah sakit itu, Sumadi menghembuskan nafas terakhirnya. Sumadi tidak bisa bangun lagi untuk selama-lamanya.

Sumadi, lelaki warga kampung Semangka (bukan nama sebenarnya), sejatinya bukan dikenal sebagai seorang pemabuk berat. Mengingat ia hanya seorang buruh bangunan dengan penghasilan yang tidak seberapa besar.

Apalagi, dari hasil perkawinannya dengan Surti, keduanya melahirkan dua orang anak yang masih membutuhkan banyak biaya untuk sekolah.

Tidak mustahil, jika kehidupan rumah tangga Sumadi tergolong biasa-biasa saja dan tidak ada hal yang mengagumkan. Mungkin, bisa dikata tergolong miskin. Sebagai buruh bangunan, tentunya tidak setiap hari Sumadi mendapat kontrak kerja sebagai buruh bangunan.

Nahasnya, kemiskinan ini makin diperparah dengan kebiasaan minumnya. Sesuatua yang oleh agama harus dijauhi oleh siapapun tanpa pandang bulu.

Firman Allah: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.

Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).” (QS. Al-Maidah [5]: 90-91)

Kaki Terbalik ...

Keesokan harinya, tepat di hari Idul Fitri, jenazah Sumadi dikebumikan. Pihak keluarga dirundung duka. Mereka tidak menyangka jika Sumadi harus meninggal di usia yang belum tergolong tua apalagi lanjut usia.

Tidak mustahil, kalau meninggalnya Sumadi itu dianggap janggal karena ia meninggal tidak dalam kondisi normal, melainkan akibat minuman keras.

Tapi, kejanggalan lain ternyata masih menghimpit prosesi pemakaman Sumadi dan itu terjadi ketika penggali kubur mengalami kesulitan saat menggali liang lahatnya. Sewaktu liang kubur Sumadi digali, tanah liang kuburnya dipenuhi akar-akar pohon.

Padahal, di sekitar liang lahat Sumadi itu sama sekali tidak ada pohon besar. Akar-akar pohon yang cukup menyulitkan itu, akhirnya, membuat liang lahat Sumadi digali tidak cukup dalam.

Cerita keanehan tidak berhenti di situ. Saat jenazahnya siap dimasukkan ke liang lahat, tiba-tiba kejadian aneh terjadi lagi.

“Astaghfirullah.....!” pekik Ustadz Khalid (50 tahun, bukan nama sebenarnya) terkaget begitu tutup kerandanya dibuka. Karena, ia menjumpai posisi jenazah terbalik di mana kepala yang seharusnya terletak di sebelah Utara, ternyata terbalik ada di sebelah Selatan.

Padahal, ketika berangkat dari rumah duka, semua yakin kalau posisi kepala almarhum ada di bagian depan. Para pelayat lain pun bingung, memandang ke arah Ustadz Khalid.

“Dibalik saja,“ suruh Ustadz Khalid.

Tiga orang kemudian serempak membetulkan posisi mayat Sumadi, dan dengan segera memutar posisi kaki almarhum ada di sebelah Selatan. Tetapi, begitu mayat mau dimasukkan ke liang lahat, kembali keanehan terjadi. Dengan sendirinya, posisi mayat Sumadi terbalik seperti tadi.

Kejadian itu, tentunya, membuat keluarga almarhum terpukul, terutama istri dan sanak keluarga terdekat. Tapi apa boleh dikata, demikianlah rahasia Ilahi yang harus kita terima, yang bisa dijadikan proses pembelajaran bagi orang-orang yang masih hidup di dunia ini.

“Balik lagi,” pinta Ustadz Khalid, setelah para pelayat bingung dan mulai panik dengan kejadian yang nyaris tidak terduga dan disangka-sangka tersebut.

Tiga orang kemudian serempak membetulkan posisi mayat Sumadi, dan dengan segera memutar posisi kaki almarhum ada di sebelah Selatan. Untung, kali ini tidak ada lagi hal yang janggal sebagaimana kejadian semula. Akhirnya jenazah Sumadi pun segera dimasukkan ke liang lahat.

Dari cerita atau iktibar ini, saya berharap orang lain bisa mengambil hikmah atau pelajaran yang ada dalam kisah nyata ini, bahwa kita tidak boleh main-main dengan ucapan maupun perbuatan, apalagi pada hari-hari besar Islam seperti hari raya Idul Fitri yang baru saja kita lewatkan .

Follow us https://twitter.com/majalahpedulium 
Like us Majalah Peduli Umat

Qurban, Siapa takut?

qurban.jpg (320×240)Setelah Idul Fitri umat Islam akan merasakan suasana Idul Adha 1434H, kurban, dan tentunya hari Tasyrik. Apa itu hari Tasyrik? Singkatnya gini deh, hari Tasyrik itu adalah tanggal 11-13 Dzulhijjah. Pada hari-hari tersebut kaum muslimin mengagungkan Allah Swt., senantisa mengingat asma-Nya seraya menghayatiNya sehingga mampu mempertajam rasa takwa kepadaNya. Soalnya pada jaman pra Islam, orang-orang yang telah selesai menjalankan ibadah haji, berkumpul di pasar ‘Ukaz dan di pasar-pasar lain. Di sana mereka saling menyombongkan kebesaran dan kehebatan orang tua dan nenek moyang mereka. Nah, tradisi or adat istiadat itu nggak dibenarkan dalam ajaran Islam.
Selain itu, pada hari Tasyrik ini juga disembelih hewan-hewan kurban semata sebagai wujud ketaatan dan sekaligus mengagungkan Allah Swt. Di hari Tasyrik pula para jamaah haji melakukan ritual melempar jumrah. Oya, karena hari Tasyrik berkaitan dengan hari raya Idul Adha, maka kaum muslimin diharamkan berpuasa. Ok? Sekarang kamu paham deh ya. Sip lah. Gitu dong, remaja cerdas ya ngerti syariat. Gejlig!
karena biasanya juga kalo hari raya Idul Adha identik dengan pelaksanaan ibadah kurban, maka jangan heran jika pada tanggal 10-13 Duzlhijjah para tukang sate siap-siap aja omzetnya turun. Hehehe.. karena pada empat hari itu ngedadak banyak tukang sate jadi-jadian. Maklumlah, sebagian daging kurban yang dibagikan umumnya disate sama yang nerima jatah. Apalagi daging kambing, enak untuk disate dan perlu. Jihahah… (tapi ati-ati bagi pengidap darah tinggi dan asam urat, lho. Hehehe..)
Tapi, tentu saja Idul Adha bukan cuma diingat dengan banyaknya sembelihan hewan kurban. Tetapi yang terpenting adalah pelajaran dari sikap berkorban yang telah dicontohkan Nabi Ibrahim as. Beliau senantiasa memegang kebenaran dan hanya taat kepada Allah Swt. dan rela berkorban demi ketaatannya itu. Sebagaimana firman Allah Swt. (yang artinya): “Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan)” (QS an-Nahl [16]: 120)
Dalam ayat lain, Allah Swt. berfirman (yang artinya): “Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) ada teladan yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) Hari Kemudian. Dan barangsiapa yang berpaling, maka sesungguhnya Allah, Dia-lah yang Maha kaya lagi Maha Terpuji.” (QS al-Mumtahanah [60]: 6)
Subhanallah, hebat nian pribadi Nabi Ibrahim as. Kita bisa mencontoh beliau dalam pengorbanan demi ketaatannya kepada Allah Swt. Masih ingat kan kisahnya tentang perintah Allah Swt. untuk menyembelih anaknya sendiri, yakni Nabi Ismail as sewaktu masih kecil? Masih ingat juga kan kisah beliau yang meninggalkan istrinya, Hajar dan anaknya, Ismail? Kalo bukan karena perintah Allah Swt., Nabi Ibrahim tidak akan melakukannya. Hebat pengorbanan dan ketaatan beliau kepada Allah Swt.
Kita bagaimana? Ah, nggak tahu deh, kayaknya pengorbanan kita belum banyak. Kualitasnya pun belum sebanding dengan apa yang dilakukan Nabi Ibrahim as, dan juga para rasul lainnya. Pengorbanan kita juga belum seberapa jika dibandingkan dengan pengorbanan nabi kita, Muhammad saw. Kita bisa ngukur diri sendiri deh. Duh, jadi malu banget.
Belajar berkorban
Manfaat belajar itu banyak lho. Kalo kita belajar, maka ada tiga aspek yang sekaligus bisa kita raih jika belajarnya bener. Pertama, dapetin aspek kognitif alias ilmu pengetahuan. Tadinya tidak tahu jadi tahu. Iya dong, kadang semalas-malasnya kita belajar, tetap akan dapetin ilmu pengetahuan. Sekecil apapun itu. Tentu aja kalo serius belajarnya jadi makin banyak ilmu yang didapat. Kedua, dapetin aspek afektif alias perasaan atau emosional. Bener lho, tadinya kita nggak mau jadi mau. Kita nggak mau ngaji, setelah belajar jadi mau ngaji. Atau sebaliknya, kita yang biasanya berani maksiat, setelah belajar jadi malu berbuat maksiat. Ketiga, aspek psikomotorik alias keterampilan. Sebelum belajar nggak bisa apa-apa, setelah belajar jadi bisa apa aja. Yup, tadinya nggak bisa, jadi bisa. Mau kan?
Jadi, berkorban pun perlu belajar. Supaya apa? Supaya tahu bagaimana caranya berkorban yang benar dan baik. Nah, dalam hal ini kita bisa berkorban dengan ketaatan atau kepatuhan kepada Allah Swt. Rela berkorban demi melaksanakan ajaran Islam. Sudi untuk mengorbankan waktu, tenaga, pikiran, harta, atau bahkan nyawa demi tegaknya syariat Islam sebagai sarana untuk mendekatkan diri kita kepada Allah Swt. Dan, remaja juga bisa melakukannya, lho.
Pernah tahu kan beberapa sahabat nabi yang masih muda usia tapi ingin berjihad di jalan Allah Swt.? Yes, kamu kenal Abdullah Ibnu Umar? Nah, beliau ini patut kamu contoh dalam hidup kamu. Di usianya yang menginjak 13 tahun, sudah kebelet ingin ikut berjihad bersama Rasulullah saw. Beliau bersama sahabatnya yang bernama al-Barra’ ngotot ingin berperang bersama pasukan Rasulullah saw. dalam perang Badar. Namun oleh Rasulullah saw. ditolak karena masih kecil. Tahun berikutnya pada perang Uhud, beliau tetap ditolak. Hanya al-Barra’ yang boleh ikut. Barulah keinginannya yang tak tertahankan itu terpenuhi pada saat perang Ahzab, Rasulullah saw. memasukkannya ke dalam pasukan kaum muslimin yang akan memerangi kaum musyrikin. Subhanallah, keren banget tuh! (Lihat Shahih Bukhari jilid VII, hlm. 226 dan 302).
Semangat seperti inilah yang saat ini sulit ditemukan dalam diri pemuda Islam seusia kamu. Kalau pun ada, itu hanya sedikit saja yang memilikinya. Jangankan untuk berjihad, dalam menuntut ilmu saja, kadangkala kamu udah bosan dan tak bersemangat. Sebaliknya, yang muncul justru semangat main-main atau jadi seleb dadakan di ajang audisi yang tersebar banyak saat ini, sebagian lagi malah menyalurkan hobi adu jotos. Eh, itu nggak semuanya sih, tapi kebanyakan! Sedih deh jadinya.
Ibnu Abbas ra. berkata: “Tidak ada seorang Nabi pun yang diutus Allah, melainkan ia (dipilih) dari kalangan pemuda saja (yakni antara 30 – 40 tahun). Begitu pula tidak ada seorang ‘alim pun yang diberi ilmu, melainkan ia (hanya) dari kalangan pemuda saja. Kemudian Ibnu Abbas ra. membaca firman Allah Swt. dalam surat al-Anbiya ayat 60: “Mereka berkata: ‘Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim. (Tafsir Ibnu Katsir III, hlm. 183)
Shobat, emang idealnya seorang pemuda atau remaja kudu memiliki semangat yang hebat. Sebabnya, salah satunya adalah fisik kamu yang masih kuat. Dalam sejarah, usia para pemuda Islam yang pertama mendapatkan pembinaan di Daarul Arqaam rata-rata sekitar 20 tahunan. Yang paling muda adalah Ali bin Abi Thalib, waktu itu usianya masih 8 tahun. Hampir sama dengan az-Zubair bin al-‘Awwam. Kemudian dalam pembinaan Rasul itu masih ada Ja’far bin Abi Thalib yang saat itu usianya 18 tahun. Usman bin ‘Affan, usia 20 tahun. Umar bin Khaththab sekitar 26 tahun dan Abu Bakar ash-Shidiq yang pada saat itu sudah berusia 37 tahun. Masih banyak lagi para sahabat yang semuanya masih relatif muda usia. Mereka bersemangat dalam mengikuti pembinaan Rasulullah saw. Sehingga akidah Islam yang ditanamkan Muhammad saw. mampu mengubah pola pikir mereka tentang kehidupan. Keren!
Ya, kita bisa belajar untuk berkorban demi Islam. Remaja saat ini pasti bisa juga lho. Wong, jaman baheula aja udah banyak remaja yang melakukannya. Kita saat ini bisa meneladani mereka dengan bulat dan utuh. Islam, memang mengajarkan agar umatnya mau taat kepada Allah Swt. dan RasulNya. Tentu saja, untuk taat perlu pengorbanan. Lihatlah sahabat nabi bernama Yasir dan Sumayah, yakni orang tua Amr bin Yasir. Mereka rela berkorban nyawa demi membela keimanannya kepada Allah Swt. Bilal bin Rabbah ra, tak gentar meski dijemur di terik matahari padang pasir dan tubuhnya ditindih batu besar. Ia rela mempertahankan akidahnya dan keimanannya kepada Allah Swt. Subhanallah!
Redam nafsu, gelorakan pengorbanan
Hawa nafsu, kalo diturutin bisa berabe dan bikin kita sengsara. Memang sih, sebagai manusia kita ingin hal yang enak-enak. Makan, misalnya. Kalo nggak inget temen atau saudara yang juga berhak memakan makanan itu, pengennya dilahap sampai habis tak bersisa dan perut kenyang. Tapi, karena ingat saudara atau teman, kita harus merelakan untuk berbagi, dan mengorbankan keinginan kita tersebut.
Hawa nafsu hampir selalu sukses menggoda manusia yang lemah iman. Menyeret mereka ke dalam ruang maksiat karena tidak mendapatkan petunjuk dari Allah Swt. Benarlah firman Allah Ta’ala (yang artinya): “Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS al-Qashash [28]: 50)
Dalam ayat lain, Allah Swt. berfirman (yang artinya): “Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmuNya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” (QS al-Jaatsiyah [45]: 23)
Shobat muslimah, dari dua ayat ini sebenarnya udah cukup ngasih penjelasan bahwa orang yang lebih mementingkan hawa nafsunya bakalan rugi. Salah satunya ya karena tidak diberi petunjuk. Allah Swt. dengan ilmuNya tahu bahwa orang tersebut tidak mau menerima kebenaran. Coba deh lihat, orang yang udah terbiasa maksiat kok kayaknya susah banget jadi baik. Meskipun berulang kali disampaikan teguran dan nasihat kepadanya. Itu karena bisa jadi dalam hatinya tak berniat untuk mencari kebenaran. Malah sebaliknya, betah bermaksiat karena lebih mementingkan hawa nafsu.
Hawa nafsu, adalah bagian yang perlu dikelola dengan benar. Memang, kita harus menyadari juga bahwa hawa nafsu nggak bisa dimatikan. Hawa nafsu hanya bisa diredam atau dikendalikan. Tentu saja, diredam atau dikendalikan dengan ajaran Islam. Bukan yang lain. Why? Karena hanya Allah Swt. yang tahu betul karakter manusia. Itu sebabnya, permintaan Allah Swt. kepada manusia agar manusia taat kepadaNya, justru untuk keselamatan manusia itu sendiri. Untuk bisa meredam nafsu, tentu saja diperlukan pengorbanan untuk meninggalkan hal-hal yang menurut hawa nafsu sangat enak dan nikmat jika dilakukan.
Aktivitas belajar misalnya, bila ngikutin hawa nafsu, malasnya minta ampun. Tapi, orang yang bisa mengalahkan hawa nafsu, belajar menjadi asik-asik saja, bahkan ketagihan. Ada contoh lain? Ada. Berzina. Jika mengikuti hawa nafsu kayaknya enak benar. Tapi, hawa nafsu untuk menyalurkan birahi itu harus diredam dan nanti disalurkannya di jalur yang halal, yakni melalui pernikahan. Untuk bisa menghindari malas belajar dan menjauhi berzina, kita perlu berkorban banyak. Bisa waktu (gunakan waktu untuk ibadah, bukan untuk mendekati zina), tenaga (gunakan tenaga untuk kegiatan kaya manfaat dan halal, bukan kegiatan yang mendekati maksiat), pikiran (gunakan untuk belajar dan berpikir positif menurut syariat, jangan gunakan untuk pikiran yang negatif), perasaan (salurkan perasaan untuk kebaikan, bukan keburukan), dan juga harta (manfaatkan untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt., bukan untuk semakin menjauhkan dariNya). Ini memang cukup berat. Tetapi kamu rela berkorban demi kebaikan kan ya? Kamu harus bisa! Biar keren, gitu lho.

Yuk, kita mulai berkorban demi ketaatan kita kepada Allah Swt. Remaja pun bisa melakukannya kok. Asal kamu mau aja. Terus, dilakukan dengan serius dan dilandasi dengan iman yang kuat. Bagaimana memulainya? Belajar yang benar tentang Islam!  Sebab, di sanalah kita akan menemukan banyak hikmah dan ilmu pengetahuan serta pelajaran berharga memaknai kehidupan, ibadah, pengorbanan, dakwah, perjuangan dan banyak lagi. Siap berkorban? Yes! 

Follow us https://twitter.com/majalahpedulium 
Like us Majalah Peduli Umat

KERJA CERDAS DAN IKHLAS ,MENGHASILKAN KEAJAIBAN


ikhlas.jpg (200×192)Ust. Luqman Hakin (Pendiri Quantum Feelling Institute)

Suatu Ketika Mercedez Benz, owner  perusahaan mobil terbesar di Jerman, memiliki masalah dengan kran air di kamar mandi dalam rumahnya. Kran tersebut selalu bocor sampai Big Bos Marcedez itu khawatir akan keselamatan anaknya yang mungkin saja dapat terpeleset dan jatuh.
Mengikuti rekomendasi temannya, Mr. Benz menghubungi tukang ledeng agar memperbaiki kran miliknya. Akhirnya dibuat perjanjian untuk memperbaiki yaitu 2 hari kemudian. Karena si tukang ledeng cukup sibuk. Sama sekali si Tukang ledeng tidak mengetahui bahwa si penelpon adalah  termasuk orang penting, pemilik perusahaan mobil terbesar di Jerman.

Setelah ditelpon, satu hari kemudian si tukang ledeng menghubungi Mr. Benz untuk menyampaikan ucapan terima kasih karena telah bersedia menunggu hingga satu hari lagi.
Mr. Benz-pun kagum atas pelayanan si tukang ledeng dan cara berbicaranya.
Hari berikutnya pada hari yang telah ditentukan, si tukang ledeng datang untuk memperbaiki kran yang bocor di rumah Mr. Benz.
Setelah diutak-atik, akhirnya kran pun selesai diperbaiki dan setelah menerima pembayaran atas jasanya, si tukang ledeng pulang .
Sekitar 2(dua) minggu kemudian setelah hari itu, si tukang ledeng menelpon Mr. Benz untuk menanyakan apakah kran yang telah diperbaiki sudah benar-benar beres dan tidak ada masalah yang timbul? Ternyata Mr. Benz puas akan kerja si tukang ledeng dan mengucapkan terima kasih atas pelayanan si tukang ledeng. Mr. Benz berpikir, bahwa orang ini pasti orang yang hebat walaupun hanya tukang ledeng.
Beberapa bulan kemudian Mr. Benz merekrut si tukang ledeng untuk bekerja di perusahaannya. Tahukah Anda siapa namanya?
Ya, dialah Christopher L. Jr. Saat ini jabatannya adalah General Manager Customer Satisfaction and Public Relation di Mercedez Benz !
========
Sahabat training-qfi.com, tahukah anda apa makna dari cerita diatas. Cerita diatas memberikan motivasi kepada kita untuk memberikan yang terbaik di kehidupan ini apapun posisi kita saat ini. Kita tidak tahu, sebenarnya posisi kehidupan kita dimana, namun dengan memberikan yang terbaik, kita tidak akan menoleh kebelakang melihat goresan cerita kehidupan kita dengan kekecewaan. Yang ada hanyalah senyum kepuasan akan apa yang telah kita lakukan.
Kehidupan ini hanyalah panggung sandiwara, maka sebaik-baik pemain adalah yang bermain sebaik mungkin dengan kesadaran bahwa perannya hanya sementara.
Ada naskah dan skenario Sang Pencipta yang tidak kita tahu.Yang pasti untuk kebaikan kita,
Dibalik kebahagiaan, terkadang skenario selanjutnya adalah kesediihan, begitu pula terkadang dibalik kesedihan, skenario selanjutnya adalah kebahagiaan.
Hanya 2 hal yang dapat kita lakukan, yaitu meyakini bahwa skenario yang Allah berikan adalah yang terbaik untuk kita…Husnudzon aja padaNya.karena Alloh berfirman “Aku tergantung persangkaan hambaku” dan berbuatlah  yang terbaik dalam  setiap peristiwa kehidupan kita.
Maka jika Sahabat dalam kesedihan, kegalauan hati, keresahan jiwa, ingatlah bahwa itu hanya sementara…Dalam setiap kesulitan pasti datang kemudahan ( Q.S. Al –insiroh ).Dan jangan lupa selalu berdzikir padanya .Istilah saya ,selalu di ZA ( Zona Alloh ).Tunggu keajaiban pasti datang pada anda.yang membuat anda menjadi sukses…sehatt,,,bahagia…luarrr biasa…Allooohu akbar.
Follow us https://twitter.com/majalahpedulium 
Like us Majalah Peduli Umat

Transformasi nilai Qurban dalam Kehidupan

Written By Nisa Syahidah on Saturday 24 August 2013 | 18:49

jpeg (139×90)Oleh : Muhammad Hatta
Sesungguhnya kami telah memberikan ni’mat kepadamu yang banyak
Maka dirikanlah sholat karena Tuhanmu dan berkorbanlah
Sesungguhnya orang orang yang membencimu, dialah yang terputus
(QS al Kautsar 1-3)

Setiap hari besar dalam Islam pastilah mengandung hikmah kemuliaan untuk ditransformasikan dalam Kehidupan, demikian pulalah dengan hari raya ‘iedul adha, sebagai salah satu diantara dua hari raya yang secara syar’i dikabarkan oleh Rasulullah SAW. Setelah lewat Ramadhan 1434 H sebagai pusat tarbiyah spiritual , diikuti dengan munculnya hilal syawal sebagai lambang masuknya kita ke dalam syawal sebagai bulan peningkatan secara maknawi dan bulan peng-aplikasian nilai nilai Ramadhan, maka saat ini jutaan kaum muslimin berkumpul di dua tanah suci Makah – Madinah untuk melaksanakan rukun ke lima yakni ibadah haji, sedangkan milyardan kaum muslimin lainnya yang tersebar di berbagai negara menjalankan “kewajiban Kurban” dengan cara menyembelih binatang qurban, untuk kemudian didistribusikan kepada siapa saja yang memiliki “hak” atasnya.

Ada banyak ibrah dan hikmah yang bisa kita ambil dari peristiwa bersejarah ini. Diawali dari keluarga Ibrahim AS yang dianugerahi oleh Allah SWT putra melalui rahim sayyidah Hajar, wanita yang terangkat derajatnya atas perintah Allah kepada Ibrahim AS untuk menikahinya, dari seorang wanita yang berstatus hamba sahaya menjadi ibunda Nabiullah Ismail AS, yang kelak dari keturunan tersebut terlahirlah Muhammad SAW.

                Dalam keyakinan apapun,  berkurban untuk sesuatu yang kita cintai merupakan sebuah kewajaran kalau tidak boleh dibilang keniscayaan, tidak ada satupun di atas bumi Allah ini yang kita dapatkan tanpa “membayar harganya”, dalam arti pasti ada sebab akibat yang mengikuti sunatullah dan ketetapan Allah atas peristiwa tersebut. Sebutan Khalilullah – yang berarti kekasih Allah bagi Ibrahim AS pun mengharuskan “bayaran tersebut”. Dalam banyak literatur yang membincangkan peristiwa ini , disebutkan bahwa Ibrahim AS mendapatkan wahyu melalui mimpi beliau yang terjadi secara berulang, sehinga dimaknai sebagai perintah Allah yang memang harus dilaksanakan. Posisi Ibrahim sebagai ayah tidak kemudian menjadikan beliau mendominasi setiap keputusan atas sang putra Ismail AS, apatah lagi yang menjadi obyek mimpi beliau adalah sang putra – Ismail AS, di sinilah kita disuguhi “drama” kearifan seorang ayah atas putranya.

                Ibrahim AS mendiskusikan wahyu yang memiliki nilai kebenaran absolut tersebut kepada sang putra , dan dialog yang sangat indah tersebut di badaikan oleh Allah dalam alquranul kariim sebagai berikut :

“ maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama sama Ibrahim, Ibrahim berkata ‘ Hai anakku, aku meliahatmu dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu, maka fikirkan apakah pendapatmu ‘?, Ia menjawab, ‘wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insyaAllah engakau akan mendapatiku sebagai hamba yang sabar”
(QS Ashaffat : 102)

Subhanallah, di saat hari ini banyak orang tua mengunakan kekuatan otoritasnya atas anak anak mereka untuk kepentingan diri, kehormatan pribadi serta egoisme, justru kita bisa melihat Ibrahim telah menunjukkan diri sebagai orang tua yang sangat smart dalam mendidik dan mengawal sang putra untuk tumbuh sebagai pecinta Allah SWT. Dan lihatlah sikap Ismail AS muda, yang dengan santun menyikapi pertanyaan sang ayah dengan menyandarkan jawabannya kepada aqidah dan keimanan yang sangat kokoh, dan tentu sikap Ismail tsb tidaklah terlepas dari proses pendidikan yang dilakukan oleh sayyidah Hajar sang bunda yang memang menjadi pendidik dan pendamping utama karena sang ayah harus hidup ditempat yang berjarak 1300 km darinya (bersama sayyidah Sarah dan Ishaq AS sang putra).

Pengorbanan Ibrahim AS dan kesabaran Ismail seakan menjadi momen historis yang seharusnya senantiasa dikenang oleh kaum muslimin, yang kemudian diaplikasikan dalam kehidupan nyata. Kecintaan Ibrahim tampak didominasi oleh sifat kehambaan yang tulus kepada Allah SWT, sehingga menempatkan perintahNya jauh di atas kecintaannya kepada makhluq (istri, anak, hrta dll), termasuk sang putra Ismail AS, meski pada akhir cerita kita dapatkan sang maha Rahman – Allah SWT kemudian menggantinya dengan seekor domba, sungguh..Allah semata hendak menguji kelayakan sang nabi untuk mendpatkan julukan kekasih Allah – Khalilullah, dan terbukti benar kaena Ibrahim berhasil memposisikan rasa cintanya secara shahih.

Aplikasi Qurban di masa ini

                Jika Ibrahim AS dimasa itu berhasil lulus dari ujian Allah terkait dengan takaran kecintaan kepada-Nya, maka hari inipun, sebenarnya kita dihadapkan kepada realitas yang hampir sama, meski dengan wujud fisik yang berbeda. Hari raya kurban memang selalu identik dengan disembelihnya domba, onta atau lembu, akan tetapi ada hikmah besar yang kadang tidak terjangkau oleh kebanyakan kaum muslimin, sehingga pemaknaan iedul adha menjadi sangat dangkal, karena tidak pernah sampai pada nilai nilai yang sesungguhnya...seakan hari raya qurban hanya sampai pada iuran pembelian kambing atau lembu di masjid masjid yang nantinya akan dibagikan kepada fuqara masakin ataupun yang lain.
Meski yang  demikian ini tidaklah salah karena unsur empati yang terekstraksi dari peristiwa tersebut juga menjadi pembelajaran kita semua, akan tetapi seharusnya kita juga mendapatkan sisi pemaknaan  yang lebih dalam sekaligus menjadi renungan bersama untuk meningkatkan kualitas kehambaan kita dihadapan-Nya

Karena , Sungguh setiap kita pastilah memiliki Ismail- Ismail dalam kehidupan ini, sesuatu yang amat Sangat kita cintai, bisa harta, kedudukan, keluarga, perniagaan dll yang kesemuanya seringkali menyita waktu dan pikiran kita, sehingga melalaikan diri ini pada hakikat penghambaan hanya kepada-Nya.

Tengoklah orang orang yang menjadikan jabatan dan status sosial sebagai Tuhan dalam kehidupan mereka, orang orang seperti ini akan memforsir seluruh potensi hidup yang dianugerahkan oleh Allah untuk mengejar nama besar, status sosial, pangkat jabatan dengan menghalalkan segala cara. Suap sana sini untuk menjadi pejabat, anggota dewan, kepala daerah dll tanpa pernah meyakini adanya balasan setelah kematian.

Pangkat, jabatan telah menutupi nurani dan fitrahnya, menjadikan dalil dalil agama sebagai legislasi semu dari tindakan mereka, demikian pula dengan para pemuja harta, apapun akan dilakukan untuk memperbanyak pundi pundi depositnya, meski Allah melarang dan membencinya.
Bagi mereka kampung akhirat hanya khayalan para agamawan, ustadz atau mubaligh (meski tidak semua ustadz/kiyai bisa bebas dari fitnah ini) yang tidak harus diyakini, dan bagi hamba hamba seperti ini hanya kematianlah yang akan bisa menghentikan ketamakannya.

Inilah Ismail-ismail kita dalam kehidupan kontemporer ini, yang seharusnya “kita sembelih” untuk menunjukkan kecintaan kita kepada Allah SWT. Menyembelih dalam makna, mendudukkan mereka secara proporsional, harta boleh dicari untu ditebar dan termanfaatkan secara benar, terbagi atas siapapun yang memiliki hak atasnya, demikian pula dengan tahta atau jabatan, yang memiliki nilai hakiki sebagai amanah yang seharusnya kita jaga sebagaimana kehendak yang memberi amnah tersebut (bukan rakyat, tetapi Allah, karena kadang kehendak mayoritas justru bertentangan dengan syari’at Allah SWT).

Buah Ramdhan yang diikuti dengan penguatan dan peneguhan selama enam hari dibulan syawal, harusnya menjadikan kita mampu berada pada posisi mencintai-Nya, lebih dari mencintai makhluq-Nya.

Kiranya semangat pengorbanan yang terpatri di bulan ini, menambah kedekatan kita kepada Allah SWT dan kecintaan kita atas-Nya..amiin ya Rabbal’alamiin.


(Penulis adalah Trainer Utama SBC Kediri dan pengasuh rubrik SAMARA di Radio Jayabaya FM)

Follow us https://twitter.com/majalahpedulium 
Like us Majalah Peduli Umat

Menjadi Do’a Yang kabulkan Oleh Allah SWT

Written By Nisa Syahidah on Friday 19 July 2013 | 07:47



http://static.republika.co.id/uploads/images/detailnews/berdoa-_110825153534-350.jpgOleh Ust. Faqih Syarif

Berusahalah tetap di jalan yang benar, berdo’a dengan penuh keyakinan, menghadirkan hati dihadapan Allah,serahkan sepenuhnya hasilnya kepada Allah SWT, maka keajaiban akan senantiasa menyertai kita.


Sobat, setiap hamba mengharapkan do’anya dikabulkan oleh Allah. Oleh karena itu, hendaklah kita berdo’a sesuai dengan syarat dan adab berdo’a sebagaimana mestinya. Adapun tatacara atau adab dalam berdo’a sebagaimana dijelaskan oleh Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya’ ’Ulumuddin adalah sebagai berikut :
1.    Dilakukan pada waktu yang mulia, seperti pada hari Arafah, hari jum’at, bulan Ramadhan, di sepertiga malam, antara adzan dan iqamah, dll.
2.    Dilakukan dalam keadaan yang khidmat, seperti pada waktu sujud, sebelum dan setelah sholat wajib.
3.    Menghadap ke kiblat.
4.   Ketika berdo’a, hendaklah dimulai dengan memuji Allah subhaanahu wa ta’alaa, kemudian diiringi dengan sholawat dan salam kepada Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wa salam, dan diakhiri dengan keduanya.
5.   Hendaklah membaca syahadat dan memohon ampun kepada Allah atas segala dosa yang dilakukan baik sengaja maupun tidak.
6.   Berdo’a dengan merendahkan diri penuh harap dan menggunakan bahasa yang sederhana serta suara yang lemah lembut sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an surat Al-A’raf   ayat ke-55.
7.    Bersabar dalam do’a, istiqamah, tidak bosan, dan putus asa.
8.   Jika seseorang berdo’a untuk orang lain, hendaklah dia berdo’a untuk dirinya terlebih dahulu, baru kemudian mendo’akan orang lain.
9.   Berdo’a dengan bertawassul menggunakan nama-nama Allah subhaanahu wa ta’alaa yang mulia dan sifat-Nya Yang Maha Tinggi atau dengan amal sholeh.
10.Hendaklah ketika berdo’a itu dalam keadaan suci, memakai pakaian yang bersih,serta mengonsumsi makanan dan minuman yang halal. Rasulullah Muhammad shallallahu’alaihi wa salam bersabda; “Tidak akan masuk surga setiap daging yang tumbuh dari makanan yang haram”. (HR. Ahmad dan Ad-Darimi dari Jabir bin Abdullah).
Selain mengetahui dan memperhatikan  adab do’a di atas, ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar do’a diijabah oleh Allah, antara lain :
·      Berdo’a  dengan penuh keikhlasan.
Ingatlah kisah Nabi Yunus yang diabadikan di dalam surat Al-Anbiya’ ayat 87-88. Nabi Yunus dengan penuh keikhlasan memohon dan mengharap pertolongan Allah, sehingga Allah berkenan mengabulkan do’anya dan menyelamatkannya setelah sekian lama berada dalam perut ikan.
·      Berdo’a dengan penuh
Seseorang harus yakin ketika berdo’a, Hanya do’a yang diiringi dengan penuh keyakinan dan harap yang akan dikabulkan oleh Allah. Yakin bahwa Allah mendengar do’anya, yakin bahwa Allah akan mengabulkan do’anya. Jika do’a-do’anya tidak kunjung terkabulkan setelah serkian lama, ia harus tetap yakin bahwa Allah akan memberikan yang terbaik baginya.
·      Berdo’a hanya kepada Allah.
Do’a adalah wujud dari ketaatan seorang hamba kepada Rabb-Nya. Oleh karena itu, ia hanya patut berdo’a kepada Allah. Hanya kepada-Nya ia meminta hajat hidup, memohon perlindungan dari bahya dan musibah serta mengadu dan berkeluh kesah. Karena Allah Zat Yang Maha Mendengar, Maha Berkuaa, dan Maha berkehendak. Tiada daya dan upaya kecuali atas izin dan perkenan-Nya.
·      Husnudzan (berbaik sangka) kepada Allah
Orang yang berdo’a harus berbaik sangka kepada Allah. Karena Allah yang lebih memahami hakekat keinginannya. Bila do’anya tidak juga terkabul, ia harus tetap berprasangka baik kepada Allah.Tidak boleh berburuk sangka dan berpikir negative, apalgi marah –marah dan berkat keji. Ketika berdo’a, seseorang harus sabar. Karena Allah lebih tahu kapan saat yang paling tepat untuk mengabulkan do’a hamba-Nya. Rasulullah Shallallahu’alaihi wa salam . besabda bahwa Allah Subhaanahu wa ta’alaa berfirman,  “Aku menurut prasangka hamba-Ku atas diri-Ku, dan Aku bersamanya ketika ia berdo’a kepada-Ku” ( HR. Muslim)
·     Memperbanyak amal sholeh. Penyebab utama terangkat dan diterimanya do’a adalah amal sholeh.
Do’a adalah perkataan yang baik.  Perkataan yang baik akan diangkat ke hadapan Allah. Untuk mengangkatnya diperlukan amal sholeh. Salah satu bentuk amal sholeh adalah shodaqoh. Shodaqoh terbukti secara empiris mampu menangkal bala dan musibah. Orang yang gemar bersedekah akan dijauhkan oleh Allah dari bahaya dan musibah. Kemudian melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Bahkan suatu kaum akan ditimpakan musibah pemimpin yang dzalim dan do’a orang-orang sholeh tidak dikabulkan oleh Allah subhaanahu wa ta’alaa kalau di dalamnya tidak ada orang yang melakukan amar ma’ruf nahi munkar.

[MPU]

Sponsor

mas template
twitter maskolis
 
Support : Creating Website | Modif | Support Web
Copyright © 2011. Majalah Peduli umat - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Media Publish
Proudly powered by Blogger